|
Para Pengunjung Bioskop Rex Batavia ketika akan Menyaksikan Film The Dawn Patrol tahun 1939
|
Penonton bioskop jaman dulu pada umumnya berasal dari masyarakat atas, yaitu para ambtenaar (pejabat pemerintahan), para tuan toko, para pemimpin perusahaan besar Belanda dan pegawai-pegawainya, serta orang-orang dari golongan berduit. Bioskop pertama di Indonesia yaitu berasal dari Tanah Abang pada tahun 1895 bernama "Gambar Idoep" yang hanya menayangkan Film Bisu. Lima tahun kemudian, tepatnya 5 Desember 1900 film masuk ke Hindia Belanda (Batavia, sekarang Jakarta) semula hanya lantaran rasa kebanggaan orang kulit putih yang tidak mau kalah dari saudara-saudaranya yang tinggal di tanah airnya. Istilah pada saat itu adalah “gambar idoep”.
|
Borneo Bioscoop 1910 |
|
Bioscoop Alahambra te Jogjakarta 1935 |
Bangunan bioskop masa itu menyerupai bangsal dengan dinding dari gedek dan beratapkan kaleng/seng. Setelah selesai pemutaran film, bioskop itu kemudian dibawa keliling ke kota yang lain. Bioskop ini di kenal dengan nama Talbot (nama dari pengusaha bioskop tsb). Bioskop lain diusahakan oleh seorang yang bernama Schwarz. Tempatnya terletak kira-kria di Kebon Jahe, Tanah Abang. Sebelum akhirnya hancur terbakar, bioskop ini menempati sebuah gedung di Pasar Baru.Tidak lama setelah itu (1903), sudah berdiri beberapa bioskop antara lain Elite untuk penonton kelas atas, Deca Park, Capitol untuk penonton kelas menengah, Rialto Senen dan Rialto Tanah Abang buat penonton kalangan menengah dan menengah ke bawah. Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada Desember 1900, di Jl Tanah Abang I, Jakarta Pusat, karcis kelas I harganya dua gulden (perak) dan harga karcis kelas dua setengah perak.
|
Bioscoop te Magelang 1920 |
Setahun kemudian muncul fenomena layar tancap, antara lain di Deca Park (Gambir), Lapangan Tanah Abang, Lapangan Mangga Besar, Lapangan Stasiun Kota (Beos). Ada lagi bioskop yang bernama Jules Francois de Calonne (nama pengusahanya) yang terdapat di Deca Park. De Calonne ini mula-mula adalah bioskop terbuka di lapangan, yang pada zaman sekarang disebut “misbar”, gerimis bubar. De Calonne adalah cikal bakal dari bioskop Capitol yang terdapat di Pintu Air.
|
Suasana di dalam Bioskop Rex Batavia 1940 |
Pada tahun 1936, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh HM Johan Tjasmadi, seorang tokoh perbioskopan Indonesia, terdapat 225 bioskop yang ada di Hindia Belanda, menyebar di Bandung 9 bioskop, Jakarta 13 bioskop, Surabaya 14 bioskop dan Yogyakarta 6 bioskop. Pada era itu, kepemilikan bioskop sudah didominasi oleh pengusaha Tionghoa. Ada anggapan bahwa orang Cina pada saat itu merasa tertantang untuk membuka usaha bioskop yang sebelumnya dijalankan oleh pengusaha londo atau kulit putih. Selain itu dengan memiliki usaha bioskop, para pengusaha Tionghoa itu dapat menjamu para pejabat Belanda yang menjadi relasi mereka di bioskop miliknya dengan disertai undangan menonton bioskop yang dibuat indah, dan para pejabat yang diundang juga diberi hadiah upeti makanan dan minuman.
|
Bioskop Rex Surabaya tahun 1936 Memutar Film Captain Blood
|
Sepanjang tahun 1920 – 1930, film-film yang masuk ke Hindia Belanda berasal dari Amerika (Hollywood), Eropa (Belanda, Prancis, Jerman) dan China (Legenda Tiongkok Asli). Sekitar tahun 1925, film terbaru keluaran Hollywood bahkan sudah diputar di bioskop-bioskop Hindia Belanda, lebih cepat daripada bioskop di Belanda sendiri.
|
Poster Film Mandarin yang berjudul “Love and Justice” di Jakarta 1940
|
Hiburan di Hindia Belanda memang selalu di sesuaikan dengan kelas dan Bioskop menjadi penanda bagi struktur kelas kolonial di Hindia Belanda.
0 Response to "Bioskop Pertama Kali Di Indonesia."
Post a Comment